2.03.2010

Manajemen Sari Bundo


Kebersamaan antara profesi, hubungan baik pimpinan dan karyawan akan membuat bisnis kita tetap bertahan.


Untuk kesekian kalinya, saya mencoba menikmati sajian masakan di Rumah Makan Padang Sari Bundo di Jalan Juanda, Jakarta. Rumah makan yang ngetop ini menjadi favorit banyak kalangan. Mulai dari mahasiswa, wartawan, eksekutif sampai menteri. Bahkan, presiden pernah merasakan nikmatnya masakan Ranah Minang ini. Padahal
harganya cukup mahal dibanding dengan rumah makan sejenis lainnya. Namun, siapa tidak kenal dengan Rumah Makan Padang Sari Bundo ini, rumah makan padang terlaris di Jakarta, yang memiliki delapan puluh karyawan dan beromzet dua puluh lima juta per harinya itu.

Dibanding rumah makan yang baru berdiri, biasanya karyawannya banyak yang muda-muda, Sari Bundo yang didirikan sejak tahun 1968 ini, ternyata sebagian besar usia karyawannya rata-rata sudah cukup umur, bahkan ada yang ikut bekerja sejak rumah makan ini berdiri. Maka tak mengherankan, banyak di antara mereka yang sudah punya cucu.

Saya melihat loyalitas mereka bekerja di Sari Bundo, karena paling tidak manajemen bagi hasil yang diterapkan. Dengan sistem seperti itu - seperti kebanyakan restoran padang - manajemen di sini terbuka atau transparan. Faktor kekeluargaan demikian kuat. Dan, kebersamaan antara sesama profesi, hubungan baik pimpinan dan karyawan, juga ikut menjadikan rumah makan ini tetap bertahan.

Dalam operasional rumah makan ini, pemasukan dan pengeluaran setiap harinya semua karyawan ikut mengetahui.sehingga, ada rasa memiliki, dan akhirnya mereka pun optimal dalam bekerja. Bila laba perusahaan sedikit, mereka semakin tertantang untuk kerja keras, dengan harapan bisa meraih untung lebih banyak lagi.

Mereka percaya bahwa antusiasme bekerja seperti "mukjizat" di dalam setiap menggeluti bisnis, termasuk bisnis rumah makan padang. Sehingga, wajar kalau karyawan di sini sangat yakin bahwa bila usaha meningkat, maka kesejahteraan mereka pun ikut meningkat pula.

"Soal upah bagi mereka prinsipnya adalah berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. sehingga, mulai pimpinan sampai karyawan memiliki rasa tanggung jawab untuk tetap mempertahankan, bahkan meningkatkan "brand image" dari Sari Bundo."


Dan, anehnya, bila ada saudara-saudara pemilik rumah makan Sari Bundo ini, ingin membuka cabang dengan memakai merek Sari Bundo, tidak menjadi masalah. Boleh-boleh saja. Agaknya, manajemen Sari Bundo, Jalan Juanda Jakarta ini, masih percaya, bahwa membantu orang lain untuk berhasil itu perlu. Barangkali, hal itu membuat manajemen sari Bundo Jalan Juanda Jakarta lebih tertantang lagi untuk semakin maju di dalam menggeluti bisnisnya ini, agar tidak tersaingi dengan Sari Bundo lainnya.

Diperbolehkannya, saudaranya membuka cabang di Jakarta atau pun di daerah lain, itu jadi bukti bahwa manajemen sari Bundo, tidak menerapkan sistem franchise atau waralaba. Bahkan, pada mereka pun tidak dipungut biaya sesen pun. Hanya sebelumnya mereka harus ijin. Meski demikian, yang terbesar dan teramai didatangi tamu tetap sari Bundo Jalan Juanda Jakarta itu.

Saya mencatat, setidaknya ada empat hal pokok mengapa dia tetap bisa bertahan sampai sekarang meski di saat krisis ekonomi sekalipun, selain penerapan menejemen terbuka tadi, juga karena: pertama, rasa masakan. setiap menu yang ada memang lezat rasanya. Bumbunya sangat terasa. Ikan masih fresh, terasa enak saat dimakan.


Kedua, rasa layanan. Layanannya memang serba cepat. Dengan pengunjung yang banyak tanpa diimbangi dengan layanan cepat, tentu akan mengecewakan pengunjung. Hanya dalam waktu satu menit, tamu bisa langsung menikmati berbagai menu yang terhidang disini. Sari Bundo benar-benar memberikan service bagi para pelanggan atau orang yang dilayani, sehingga mereka merasa seperti "raja" yang harus dihormati. Sari Bundo lakukan ini semua karena, mereka sangat mengerti, bahwa pelanggan adalah orang-orang yang menjadi sumber pendapatan, yang menjaga kelangsungan usaha atau bisnisnya.

Ketiga, lokasinya yang strategis. Manajemen Sari Bundo menyadari, bahwa lokasi rumah makan yang strategis juga akan lebih mendekatkan dengan konsumen. Meski, bangunannya tidak terkesan mewah dan besar, namun penggemar masakan padang tidak terlalu sulit mencarinya, karena lokasinya memang sangat strategis, di Jalan Juanda Jakarta. Apalagi tamu dilayani dengan ramah.

Keempat, nama Sari Bundo yang terkenal itu. Tamu yang menikmati sajian masakan padang di rumah makan terkenal, seperti Sari Bundo, membuat para tamu merasa mantap. Artinya, sebelum mereka ke Sari Bundo, seolah belum makan masakan padang.

Kalau kesemua faktor tersebut tetap dipertahankan oleh manajemen Rumah Makan Padang Sari Bundo, maka pengunjung akan tetap ramai. Omzet akan meningkat, apalagi manajemen Sari Bundo tahu persis, bahwa bisnis ini didirikan untuk sukses menjual produknya. Itu akan jauh lebih mudah kalau citra yang dipancarkan selama ini tetap dipertahakan, bahkan kalau mungkin ditingkatkan.

Hanya masalahnya, mampu tidak Sari Bundo mempertahankan kualitas produknya, pelayanannya, demi kestabilan usahanya. Itu juga penting. Namun, saya yakin, manajemen Sari Bundo paham sekali akan hal itu. Sebab Sari Bundo sebagai rumah makan yang sukses akan terus menerus bertanya, "Bagaimana saya bisa paling baik melayani keinginan. kebutuhan, dan keperluan pelanggan saya?" Yah, begitulah Manajemen Sari Bundo.

oleh: Purdi E. chandra

Read More......

Manajemen Padang


"Saya kira, manajemen model "padang" layak juga diterapkan di sektor jasa maupun produksi lainnya"


Ada sebuah manajemen yang menarik di Indonesia, setidaknya itu menurut saya, yaitu manajemen restoran padang. Mengapa demikian? Itu karena model manajemen ini menerapkan transparansi dalam keuangan dan pembagian

keuntungannya lewat sistem bagi hasil.
Dampak dari model manajemen ini, memang tidak hanya pada faktor manajerial semata, tetapi juga berdampak pada faktor pelayanan. Dimana, pelayanan yang serba cepat menjadikan restoran padang dikenal. Kita pun juga bebas memilih menu. Menu pun bervariasi, begitu juga minumannya. "Menu Nano-Nano" begitulah, banyak orang yang menyebut buat aneka menu yang dihidangkan dan pasti dijamin halal.

Selain itu, kelebihan restoran padang adalah selain pelayanan cepat, juga lebih terkesan fleksibel. Artinya, hidangan yang kita pesan itu bisa saja dimakan di restoran tersebut, tapi kita bisa juga meminta karyawan restoran padang untuk membungkusnya dan kita santap di rumah. Dan satu lagi, masakan padang punya rasa yang khas, dan memenuhi selera hampir semua masyarakat dari berbagai negara. Selain itu, faktor kebersihan ruangan juga selalu mendapat prioritas.

Dalam manajemen ini, memang ada pemilik modal, dan ada pula tim manajemennya, dimana ada manajer dan karyawan. Pada karyawan sendiri ada yang bagian dapur induk (koki), book keeper (pembukuan), pantry (buat minuman), palung (pembawa makanan), teller (pembayar suplier), kasir, waiter dan waitress. Saya juga melihat, selain transparan, model manajemen bagi hasil itu telah menjadikan restoran padang punya ciri khas sendiri.

Dan, yang menarik lainnya adalah hubungan antara pemilik modal dengan manajemen lebih sebagai mitra. Karena apa? Mereka tidak mendapatkan gaji, namun mereka mendapatkan bagian dari keuntungan bersih restoran tersebut. Jadi, dalam memberikan keuntungan itu, memang ada pembagian untuk penanam modal sendiri dan ada pula bagian keuntungan untuk manajemennya atau karyawannya. Itu biasanya dibagikan setelah keuntungan dikurangi 2,5% untuk zakat.

"Sedang pendapatan karyawan adalah dengan sistem poin. Jadi, setiap karyawan punya poin atau nilai. Dan, biasanya perhitungannya dilakukan setiap 100 hari sekali. Nilai tertinggi ada pada karyawan yang bekerja di dapur induk (koki)."


Mengapa demikian? Karena, pada bagian inilah yang mampu memberikan nilai rasa menu makanan maupun minuman yang dihidangkan.

Saya kira, manajemen semacam ini, akan membuat mereka yang bekerja di restoran padang selalu punya semangat tinggi. Dengan semakin tinggi semangat mereka bekerja, menjadikan hasil yang diterima banyak. Kalau malas, hasilnya pun sedikit. Selain itu, sistem keuangannya yang selalu transparan menjadikan setiap karyawan level apa pun tahu, berapa omset yang diraih perusahaan dalam setiap harinya.

Sehingga, hal itu menjadikan karyawan akan lebih termotivasi untuk maju. Di samping itu, manajemen padang juga mendidik karyawan lebih kompak bekerja. Sebab, tanpa ada kekompakan mereka bekerja, hasil yang diraih berkurang. Bahkan, bukan tak mungkin hal itu menimbulkan dampak pada pelayanan maupun rasa.

Oleh karena itu, saya kira manajemen padang ini bisa sebagai alternatif, dan cukup bagus untuk kita terapkan pada sektor jasa maupun produksi lainnya. Dan, satu hal lagi yang menarik adalah, karyawan restoran padang dengan manajemen seperti itu, tidak membuat setiap karyawan menanyakan kapan SK (surat keputusan) pengangkatan kerja itu dibagikan. Mereka juga tidak akan menanyakan kapan naik gaji. Sebaliknya, justru mereka akan berupaya, bagaimana harga poinya bisa selalu naik. Karena, harga poin inilah yang akan menentukan jumlah penghasilan setiap bulan.

Jadi yang menentukan penghasilan adalah dirinya sendiri. Anda berani mencoba?


Referensi: Dari berbagai sumber

Read More......

Tipe wirausahawan


1. Menjadi wirausahawan mandiri
Untuk menjadi seorang wirausahawan mandiri, berbagai jenis modal mesti dimiliki. Ada 3 jenis modal utama yang menjadi syarat :
- Sumber daya internal, yang merupakan bagian dari pribadi calon wirausahawan misalnya kepintaran, ketrampilan, kemampuan menganalisa dan menghitung risiko, keberanian atau visi jauh ke depan.
- Sumber daya eksternal, misalnya uang yang cukup untuk membiayai modal usaha dan modal kerja, social network dan jalur demand/supply, dan lain sebagainya.
- Faktor X, misalnya kesempatan dan keberuntungan. Seorang calon usahawan harus menghitung dengan seksama apakah ke-3 sumber daya ini ia miliki sebagai modal. Jika faktor-faktor itu dimilikinya, maka ia akan merasa optimis dan keputusan untuk membuat mimpi itu menjadi tunas-tunas kenyataan sebagai wirausahawan mandiri boleh mulai dipertimbangkan.

2.Mencari mitra dengan “mimpi” serupa

Jika 1 atau 2 jenis sumber daya tidak dimiliki, seorang calon wirausahawan bisa mencari partner/rekanan untuk membuat mimpi-mimpi itu jadi kenyataan. Rekanan yang ideal adalah rekanan yang memiliki sumber daya yang tidak dimilikinya sendiri sehingga ada keseimbangan “modal/sumber daya” di antara mereka. Umumnya kerabat dan teman dekatlah yang dijadikan prospective partner yang utama sebelum mempertimbangkan pihak lainnya, seperti beberapa jenis institusi finansial diantaranya bank.
Pilihan jenis mitra memiliki resiko tersendiri.

Resiko terbesar yang harus dihadapi ketika berpartner dengan teman dekat adalah dipertaruhkannya persahabatan demi bisnis. Tidak sedikit keputusan bisnis mesti dibuat
dengan profesionalisme tinggi dan menyebabkan persahabatan menjadi retak atau bahkan rusak. Jenis mitra bisnis lainnya adalah anggota keluarga, risiko yang dihadapi tidak banyak berbeda dengan teman dekat. Namun, bukan berarti bermitra dengan mereka tidak dapat dilakukan. Satu hal yang penting adalah memperhitungkan dan membicarakan semua risiko secara terbuka sebelum kerjasama bisnis dimulai sehingga jika konflik tidak dapat dihindarkan, maka sudah terbayang bagaimana cara menyelesaikannya sejak dini sebelum merusak bisnis itu sendiri.

Mitra bisnis lain yang lebih netral adalah bank atau institusi keuangan lainnya terutama jika modal menjadi masalah utama. Pinjaman pada bank dinilai lebih aman karena bank bisa membantu kita melihat secara makro apakah bisnis kita itu akan mengalami hambatan. Bank yang baik wajib melakukan inspeksi dan memeriksa studi kelayakan (feasibility study) yang kita ajukan. Penolakan dari bank dengan alasan “tidak feasible” bisa merupakan feedback yang baik, apalagi jika kita bisa mendiskusikan dengan bagian kredit bank mengenai elemen apa saja yang dinilai “tidak feasible”.

Bank juga bisa membantu kita untuk memantau kegiatan usaha setiap tahun dan jika memang ada kesulitan di dalam perusahaan, bank akan mempertimbangkan untuk tidak meneruskan pinjamannya. Ini merupakan “warning” dan kontrol yang bisa menyadarkan kita untuk segera berbenah.

Wirausahawan yang “memaksakan” bank untuk memberi pinjaman tanpa studi kelayakan yang obyektif dan benar akhirnya sering mengalami masalah yang lebih parah. Agunan (jaminan) disita, perusahaan tidak jalan, dan hilanglah harapan untuk membuat mimpi indah menjadi kenyataan. Kejadian seperti ini sudah sangat sering terjadi, dalam skala kecil maupun skala nasional. Pinjaman seringkali melanggar perhitungan normal yang semestinya diterapkan oleh bank sehingga ketika situasi ekonomi tidak mendukung, sendi perekonomian mikro dan makro pun turut terbawa jatuh.

3. Menjual mimpi itu kepada wirausahawan lain (pemilik modal)
Jika teman atau kerabat yang bisa diajak bekerjasama tidak tersedia (entah karena kita lebih menghargai hubungan kekerabatan atau persahabatan atau karena memang mereka tidak dalam posisi untuk membantu) dan tidak ada agunan yang bisa dijadikan jaminan untuk memulai usaha anda, ada cara lain yang lebih drastis, yaitu menjual ide atau mimpi indah itu kepada pemilik modal.

Kesepakatan mengenai bagaimana bentuk kerjasama bisa dilakukan antara si pemilik modal dan penjual ide. Bisa saja pemilik modal yang memodali dan penjual ide yang menjalankan usaha itu, bisa juga penjual ide hanya menjual idenya dan tidak lagi terlibat dalam usaha itu. Jalan ini biasanya diambil sesudah cara lainnya tidak lagi memungkinkan sedangkan ide yang kita miliki memang sangat layak diperhitungkan.

Ketiga cara di atas selayaknya dipikirkan sebelum seseorang mengambil keputusan untuk menjadi wirausahawan. Tanpa pemikiran mendalam, pengalaman pahit akan menjadi makanan kita. Banyak usaha yang akhirnya gulung tikar sebelum berkembang.

Contohnya, pada tahun 1998, penduduk Jakarta tentu masih ingat akan trend “kafe tenda” sebagai reaksi atas Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang saat itu banyak terjadi. Tiba-tiba saja banyak mantan karyawan perusahaan beralih profesi menjadi wirausahawan. Bahkan usaha tersebut ramai-ramai diikuti oleh pula oleh para selebritis. Trend ini tidak mampu bertahan lama. Banyak “usaha dadakan” ini terpaksa gulung tikar. Entah kemana para wirausahawan baru kita ini akhirnya menggantungkan nasibnya sekarang.


Referensi: Dari berbagai sumber

Read More......

Langkah awal memulai usaha


Berniat membangun usaha? beriut ini adalah gerakan langkah yang harus anda lakukan sebelum memulainya.

1. START WITH A DREAM
Mulailah dengan sebuah mimpi. Semua bermula dari sebuah mimpi dan yakinkan akan produk yang akan kita tawarkan. A dream is where it all started : Pemimpilah yang selalu menciptakan dan membuat sebuah terobosan dalam produk, cara pelayanan, jasa, ataupun ide yang dapat dijual dengan sukses. Mereka tidak mengenal batas dan keterikatan, tak mengenal kata “tidak bisa” ataupun “tidak mungkin”.

Read More......

Hidup Itu Harus Dijalani


Kiat Wirausaha Sukyatno Nugroho

"Kiat selalu menggoda. Bagaimana orang bisa sesukses itu? Apa yang mereka lalukan? Banyak wirausaha menjawab seadanya. Sukyatno Nugroho punya tiga: melakoni, pantang menyerah dan kerja keras. Klise tapi terbukti."

Es Teler 77, Mie Tek-tek, dan Pasti Enak adalah waralaba-waralaba nasional yang tergolong sukses. Di balik kesuksesan bisnis itu adalah Yenni Setia Widjaja yang hobi memasak, dan suaminya Sukyatno Nugroho. Suami istri bisnisman ini kini tergolong sebagai pengusaha yang sukses. Merk-merk dagangnya berkibar dimana-mana melalui sistem waralaba atau franchise. Sebelum krisis moneter menerpa jumlah terwaralaba (Franchisee) mencapai 200 cabang untuk Es Teler 77, 20 cabang untuk Mie Tek-Tek. Ide Es Teler 77 Juara Indonesia sendiri, sebenarnya bermula dari keberhasilan mertua Sukyatno, Ny Murniati Widjaja, yang memenangkan Juara I Lomba membuat es teler se- Indonesia pada tahun 1982. Disamping itu suami istri ini juga didukung sepenuhnya oleh Trisno Budiyanto, manajer keuangan Es Teler 77.

Dalam banyak seminar, Sukyatno sering memperkenalkan dirinya sebagai penyandang gelar MBA yang kependekan dari "Manusia Bisnis Asal-asalan". Jalan hidupnya memang awut. Di sekolah peringkatnya adalah nomor 40 dari 50 murid. Ijasahnya hanya sampai SMP. Di SMTA ia hanya tahan 3 bulan di kelas satu. Pengalaman bisnisnya pun termasuk "asal-asalan". Ia pernah menjadi salesman kondom, obat cina, bahan kimia, dan barang-barang teknik. Ia belum pernah diterima sebagai pegawai bulanan. Tetapi ia pernah menjadi pemborong bangunan, reklame, leveransir, percetakan, biro jasa sekaligus tukang catut serabutan. Bangkrutpun pernah dialami sampai habis-habisan. Tepatnya ini terjadi duapuluh tahun yang lalu, pada tahun 1978. Sukyatno terpuruk hutang. Hutangnya dibanding kekayaan yang dipunyai ketika itu adalah 10 : 1. Jadi debt service rationya sudah mencapai 1000% disitulah hobi masak Yenny berperan sebagai penyelamat. Isterinya itu berjualan bakmi di garasi rumahnya.

Pernah si wirausaha ini meneteskan air matanya karena dari hasil jualan bakminya waktu itu tidak mampu untuk membayar sekolah anaknya. Dan dengan bekal turun kelapangan dari bisnis-bisnis sebelumnya, Sukyatno mampu mengembangkan Es Teler 77 dengan cepat dan kini sudah memasuki tahapan stabil. Kini bahkan sudah dilakukan diversifikasi melalui pembukaan Mie Tek-Tek, dan Pasti Enak yang menjual aneka hidangan ikan.

"Lebih dari itu determinasi untuk mewujudkan "mimpi" adalah satu satu kunci sukses Sukyatno dan Yenni. Kesuksesan seorang wirausaha bukan sesuatu yang instan. Ia bermimpi sukses, lalu bekerja keras untuk mewujudkan mimpinya. Ia melihat suatu peluang. Lalu ia mengerahkan sumberdaya orang untuk mengejar puluang. Seorang wirausaha bekerja keras untuk mentranformasi peluang itu menjadi suatu hasil nyata."

Ceritera Sukyatno
Mungkin karena pendidikannya yang berhenti di tengah jalan, Sukyatno tidak mempunyai banyak pilihan karier. Pilihan yang terbuka luas adalah terjun ke lapangan, mengais rejeki apa saja yang mungkin. Langsung terjun, kerja keras, tidak mundur oleh kegagalan, ketiga langkah ini yang mewarnai sepak terjang Sukyatno Nugroho. Dalam suatu seminar tahun lalu yang diselenggarakan oleh Forum KUKKI dan Inti pesan Pariwara, Sukyatno menceriterakan kehidupan wirausahanya, "Hidup saya amat dipengaruhi oleh motto klasik bahkan klise. Namun ternyata manjur untuk sampai sebutan "sukses", terutama dalam berwiraswasta.
Motto-motto itu adalah:

Hidup ini harus dilakoni (dijalani), bukan hanya di khayalkan.

Kegagalan dalam hidup adalah kesuksesan yang tertunda.

Hidup harus diisi dengan kerja keras, dengan menggunakan akal, bukan Sekedar Okol

Dalam falsafah "Hidup ini harus dilakoni, bukan di khayalkan", saya menarik beberapa simpul yang penting. Satu di antaranya yang patut diperhatikan ialah: kecenderungan anak untuk ikut menikmati hasil kekayaan orang tuanya, atau mertuanya, atau saudara dekatnya. Bagi saya, kecenderungan seorang anak ikut menikmati kekayaan pendahulunya, bisa disebut sebagai anak yang memakan khayalan. Atau anak yang melahap angan-angan, karena khayalan atau angan-angan itu sekonyong-konyong sudah ada di hadapannya. Hal itu, bagi saya sangat tidak realistis, dan harus dihindari, karena dengan begitu ia tidak masuk kriteria melakoni hidup.


Bagi saya, memakai hasil kekayaan para pendahulunya (orang tua, mertua, dan sebagainya) sama dengan minum racun. Sebab, bila seorang anak neggak fasilitas itu melebihi kadar, akan over dosis dan mabuk. Kemabukan anak itu bisa berupa kemalasan, ketidakkreatifan, kebodohan. Dan hal tersebut akan berujung pada ketidak majuan. Anak muda menjadi mandul.

Hal demikian saya tanamkan kepada anak-anak saya. Saya selalu mengatakan bahwa saya tak punya apa-apa. Karena itu, sekolahlah rajin-rajin. Dan terampillah dalam bergerak di lapangan. Lalu saya harapkan ia mengikuti semua aktivitas ekstra kurikuler, seperti Pramuka, PMR, PMI, dan sebagainya.

Saya merasa itu adalah pendidikan keterampilan paling awal, yang akan membawa anak ke sukses lapangan. Kini anak-anak saya remaja, dan saya sekolahkan di Australia. Keterampilan yang dibawa dari ekstra kurikulum di Indonesia, ternyata bermanfaat di sana. Ketika di kotanya terjadi banjir, mereka bisa langsung terlibat, membikin bantuan PPPK dan sebagainya. Usaha sukarela ini berlanjut kepada kegiatan yang lain. Ketika musim libur, ia jadi tidak canggung-canggung lagi turun ke lapangan.

Anak saya siap menjadi tukang cuci, atau loper koran, atau tukang lap meja sebuah restoran. Semangat ringan tangan mereka ditolakkan dari perasaan sebagai "orang bawah", sebagai orang biasa. Kalau mereka sejak kecil dibiasakan dengan spirit anak orang kaya, saya rasa mereka akan celaka. Kemauan ringan tangan inilah yang membuat mereka terampil. Dan kemauan untuk ringan tangan itu membawa anak-anak kepada benturan-benturan ilmu baru, ilmu yang dengan serta merta ia dapatkan secara formal. Saya yakin, hasilnya adalah sejumlah sikap kewiraswastaan yang punya prospek hebat. Sebab yang dipegang akhirnya ialah "Ilmu Plus", yakni ilmu keterampilan, feeling dan strategi.


Orang yang biasa di lapangan, biasanya tak takut pada kejatuhan. Karena ia bermula dari bawah sekali. Dan kalau pun jatuh, ia bisa pakai rumus silat: Terjerembab satu kali, bangun dan menendang tujuh kali. Atau mundur selangkah, untuk menerjang maju tujuh langkah. Karena itulah, motto: Kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda, memperlihatkan kebenarannya. Bekerja dengan merangkak dari bawah, dengan bekerja keras memakai akal-bukan okol sesungguhnya adalah proses yang nikmat dan dapat menjadi sejarah yang bagus buat semuat orang."

Ubah Peluang Menjadi Hasil Nyata
Pengusaha Es Teler 77 ini merupakan salah satu varian dalam panorama wirausaha. Ia melihat peluang, ia mengetahui perilaku pasar, ia bersedia bekerja keras mewujudkan peluang tersebut menjadi suatu hasil nyata yang menguntungkan. Produk yang dijualnya sebenarnya merupakan hal-hal yang juga sudah dijual oleh para pengusaha lainnya. Es Teler, Mie Tek-Tek, aneka hidangan ikan, adalah makanan-makanan yang sebenarnya biasa. Yang tidak biasa adalah cara wirausaha ini dalam melakukan differensiasi terhadap produk yang dijualnya. Ia memberikan merk dagang pada produknya, dan berkat ketekunan dan kerja keras, merk dagang itu lalu mempunyai nilai jual (brand equity) yang memberikan persepsi produk makanan yang higienis dan berkelas. Es Teler 77 diterima di banyak pasar. Namun ada juga yang menolak, semisal di Aceh karena nama tersebut memberikan konotasi kepada tindak mabuk-mabukan yang diharamkan oleh ajaran agama.

"Lebih dari itu determinasi untuk mewujudkan "mimpi" adalah satu satu kunci sukses Sukyatno dan Yenni. Kesuksesan seorang wirausaha bukan sesuatu yang instan. Ia bermimpi sukses, lalu bekerja keras untuk mewujudkan mimpinya. Ia melihat suatu peluang. Lalu ia mengerahkan sumberdaya orang untuk mengejar puluang. Seorang wirausaha bekerja keras untuk mentranformasi peluang itu menjadi suatu hasil nyata."
Referensi: Dari berbagai sumber

Read More......

Bersikap Sebagai Entrepreneur


"Bagaimana sebaiknya sikap yang diambil oleh entrepreneur, apabila kegiatan bisnisnya terkena dampak krisis ekonomi?"


Sebagai pemimpin perusahaan dalam menghadapi masalah ini, saya kira kita harus menjadi entrepreneur sejati yang emosinya cerdas. Entrepreneur yang saya maksud disini adalah entrepreneur yang tidak mudah panik, sebab jika panik, justru mengakibatkan sesuatu yang lebih parah lagi. Misalnya, kalau pimpinannya panik, maka karyawannya pun akan ikut panik. Ibarat sebuah bandul, jika titik pusat bandul itu bergerak, maka bola yang ada di bawahnya akan ikut bergerak lebih lebar.

Berpikir optimis bagi seorang entrepreneur dalam menghadapi krisis adalah seperti seorang akrobatik yang tengah meniti tambang. Saya kira, kita pun bisa sebagaimana seorang pesulap yang melepaskan diri dari ikatan. Dalam kaitan ini, saya juga berpendapat dengan entrepreneur dari Paman Sam, Don L. Gevirts, bahwa entrepreneur itu
harus secara terus menerus dapat melihat peluang yang tidak dapat dilihat oleh orang lain, tidak pernah merasa puas, dan bisa mengeksploitasi sekecil apapun perubahan yang ada.

Sebagai seorang entrepreneur, saya sendiri lebih memandang krisis ekonomi bukan sebagai krisis, tetapi sebaliknya saya memandangnya sebagai sebuah siklus.Mengapa? Ibarat sebagai sebuah roda, sekali waktu tiba di bawah, dan suatu saat akan tiba di atas. Saya sendiri dapat merasakan, bahwa entrepreneur itu ibarat seorang kapten kesebelasan sepakbola, yang harus menjadi inspirator tim sekaligus playmaker yang handal.

Saya harus tahu, kapan harus menjemput bola, dan kapan harus melepas bola. Bahkan, saya pun harus tahu bagaimana cara memanfaatkan bola liar atau bola muntah di depan gawang. Oleh karena itu, saya menyadari bahwa saya harus mempunyai winning commitment atau komitmen untuk menang atau komitmen untuk berhasil secara tepat dan memadai. Dengan cara itu, saya tetap berpikir optimis dalam menerjuni bisnis. Saya tidak boleh mudah terkejut oleh kesulitan, bahkan dengan adanya kesulitan itu saya harus mencari semakin optimis untuk mencari pemecahannya dan semakin memupuk sifat ketabahan. Artinya dengan memiliki sifat tabah, kita akan tetap siap menghadapi segala kemungkinan, terutama ketika orang lain mengalami putus asa karena menghadapi krisis.

Memang saya akui, dalam kondisi seperti itu, ada kelompok yang pesimis, loyo atau tidak bergairah dan bersikap menyerah pada nasib, selain itu ada juga kelompok yang tidak bisa berbuat apa-apa. Dalam kondisi krisis saya yakin bahwa saya sendiri maupun entrepreneur yang lain masih tetap ada proses bisnis di masa depan. Dengan kata lain, entrepreneur dituntut tetap tangguh yang didukung oleh spirit, wawasan, dan pengetahuan dan keterampilan manajerial yang handal, serta mampu menyesuaikan dengan perubahan yang sanagat cepat. Selain itu, seorang entrepreneur harus lebih jeli memanfaatkan situasi, misalnya jeli dalam memandang bagaimana krisis ekonomi ini bisa dimanfaatkan untuk bisa mencari peluang. Oleh karena itu saya yakin bahwa aneka peluang muncul justru pada saat kita sedang krisis. Saat dalam kondisi normal dan baik, itu memang bagus, tetapi pada saat dilanda krisis, kalau dapat kita harus lebih bagus lagi. Kita semua harus meyakini hal itu.


Tidak Panik Menghadapi Krisis
Pada masa krisis ekonomi, entrepreneur atau wirausahawan perlu mengembangkan kecerdasan emosional. Dengan begitu ia akan mampu melihat peluang yang ada di sekitarnya. Entrepreneur yang cerdas emosinya tentu juga memiliki "intuisi" yang tajam. Ia dapat menangkap peluang yang tidak dapat dilihat orang lain walau dengan data yang tidak lengkap, ia bisa membuat konklusi yang pas. Dalam kondisi apapun, entrepreneur harus menjadi orang yang action oriented, bukan no action, dream only. Untuk itu diperlukan secara detail terhadap hal-hal yang penting, bila kemudian muncul resiko, dia siap menanggung resiko apapun atas aktivitas bisnisnya. Namun secepat itu pula dia akan melangkah maju untuk menjadi lebih baik.

Entrepreneur semacam ini sangat kita butuhkan, seorang entrepreneur yang cerdas emosinya. Dengan kita berani mengambil resiko, maka kita akan lebih terbuka dalam mengambil peluang. Sebab kalau kita baru berusaha setelah pasarnya "diamankan", itu bukan seorang entrepreneur.

"Entrepreneur harus punya keberanian yang menakjubkan untuk menjadi untung, harus berani memanfaatkan setiap ancaman menjadi peluang, bukan sekedar berusaha menghindar dari ancaman. Dalam kasus ini saya banyak belajar dari entrepreneur cerdas bernama Konosuke Matsushita dari negeri Sakura yang merupakan pendiri Matsushita Electric, Ltd. Jepang."


Dalam biografinya dia bercerita bahwa pada saat Jepang dilanda krisis ekonomi, Matsushita tetap optimis dan berpikir positif. Dia tetap saja melakukan kegiatan seperti sebelum krisis, dia bersikap biasa-biasa saja, dia tidak mudah terpengaruh oleh isu sebab hal itu justru akan memperparah keadaan karena proses bisnisnya menjadi tidak lancar lagi. Sebagai seorang entrepreneur, Matsushita tidak pernah panik, dan bersikap seolah-olah tidak ada krisis.

Matsushita tetap optimis pada kegiatan bisnisnya. Sikap seperti ini bisa kita tiru dan saya kira masih relevan dengan kondisi seperti saat ini. Krisis ekonomi jangan dijadikan alasan untuk tidak memulai atau mengembangkan bisnis. Bila krisis ini berakhir, apa yang akan Anda lakukan, tetap menjadi pemain atau sekedar penonton? Sebab di kala paska krisis pertumbuhan akan sanagat cepat sekali. Oleh karena itu, sebaiknya mencuri start sejak sekarang, untuk memulai atau mengembangkan bisnis yang prospektif di masa depan, anggap saja sekarang ini tidak ada krisis.

Motivasi di Tengah Kekacauan

Perubahan serba cepat dan kacau di segala bidang sungguh kita rasakan dan melihatnya saat ini. Sebagai manajer maupun entrepreneur kita akhirnya tidak hanya sekedar pandai menendang bola saja, yang bisa diposisikan dimana saja sekehendak kita, namun juga harus bisa menendang kucing yang tidak bisa kita atur karena dapat meloncat dan berlari. Sehingga tidak mengherankan kalau manajemen yang masih actual pun tidak mampu mengatasi kekacauan tersebut.

Kekacauan itu berarti banyaknya ketidak pastian. Hari ini tidak ada hubungannya dengan hari kemarin. Hari depan menjadi tidak pasti, tidak bisa diramalkan. Kondisi seperti ini menjadikan kita dalam era lonjakan kurva, tidak lancar dantidak karuan. Sehingga pengetahuan dan pengalaman akhirnya tidak dapat menjamin keberhasilan bisnis di masa depan. Kalau sudah begitu keadaannya, saya berani mengatakan bahwa tidak perlu lagi menghapal ilmu manajemen yang hanya sekedar teori. Kita justru lebih harus lebih kreatif bertanya. Karena bertanya itu tidak pernah usang. Sementara yang namanya jawaban pengetahuan itu masih ketinggalan jaman.

"Begitu juga pengalaman, keadaan yang serba cepat dan kacau itu akhirnya membuat pengalaman itu bukan lagi menjadi guru yang terbaik. Oleh sebab itu, dalam kondisi semacam ini, kita bebas saja dari ilmu pengetahuan dan pengalaman."


Mungkin saja ide saya ini dianggap aneh, tapi itulah yang namanya entrepreneur, yang identik dengan orang aneh. Tom Peter mengatakan bahwa perubahan serba cepat dan kacau itu pertanda jaman edan, sehingga di era global sekarang ini, suka atau tidak suka kita harus berani berakrab-akraban dengan kekacauan. Apalagi kita sedang millennium ketiga. Sebab tidak mustahil, pendekatan yang tidak sistematis atau tidak akademis, justru yang nantinya akan bisa menyelesaikan kekacauan.

Contohnya, Lembah Silikon di Amerika Serikat. Dahulu kawasan itu berkembang pesat dan sangat membanggakan banyak orang. Hal itu karena, Lembah Silikon telah menjadi besi sembrani yang menarik begitu banyak pengusaha yang berkecimpung dalam bisnis computer dan elektronika. Tapi sekarang yang terjadi adalah sebaiknya. Banyak perusahaan di sana menjadi bangkrut. Lembah Silikon ini berubah menjadi kuburan menjadi kuburan massal perusahaan besar. Kejadian tragis ini ternyata dialami juga oleh Negara kita. Dulu banyak pengusaha dan bank yang berjaya, kini kelimpungan dan akhirnya bangkrut.

Sementara itu, dengan semakin banyaknya ilmu manajemen, kerap kali membuat kita semakin terlalu berhati-hati dalam urusan bisnis. Kita tidak punya keberanian untuk bertindak. Dalam pikiran kita yang ada hanyalah ketakutan, kalau sudah begitu, mana mungkin kita punya semangat kerja yang tinggi dan kompetitif. Pengalaman bisnis pun semakin sulit diterapkan, bahkan kerap kali tidak jalan lagi. Perubahan serba cepat dan kacau itu membuat kita sadar, bahwa sekarang ini tidak cukup hanya bermodalkan pengetahuan yang sarat dengan teori semata.

Tetapi saat ini justru membutuhkan orang yang buta teori dan jauh dari mental sekolahan. Nyatanya, orang yang jauh dari mental sekolahan itu jutru yang bida meraih sukses. Hal itu karena mereka tidak hanya sekedar mengandalkan teori, namun mereka lebih mementingkan ketangguhan, keuletan, dan tahan banting. Sehingga semua perubahan yang serba cepat dan kacau justru dianggap sebagai tantangan. Tantangan itulah yang dapat membangkitkan motivasi.

Referensi: Dari berbagai sumber

Read More......

Berpikir Kemungkinan Sukses


Berpikir kemungkinan sukses dapat juga dilakukan melalui pendekatan religius


Saya sependapat dengan Gerry Robert, penulis buku "The Millionaire Mindset", bahwa kita sebaiknya setiap saat untuk selalu berpikir kemungkinan sukses atau successibility thinking. Jadi, kita tidak hanya cukup berpikiran positif saja seperti yang dikatakan Norman Vincent Peale. Dan, saya kira, kita pun juga tidak hanya cukup sekadar possibility thinking seperti yang disarankan Robert Schuller.

Mengapa demikian? Sebab, dengan selalu berpikir kemungkinan sukses kita akan lebih bersikap mawas diri. Tindakantindakan yang kita bangun cenderung penuh dengan kepercayaan dan keyakinan diri. Bahkan, kita akan lebih memiliki perspektif jauh ke depan. Tegasnya, berpikir kemungkinan sukses itu sama halnya dengan sukses (success) ditambah kemungkinan (possibility ).


Bill Gates (44 tahun), tanpa dia terbiasa successibility thinking,tentu tidak mungkin berani mendirikan perusahaan Microsoft. Padahal saat itu, dia masih berusia 19 tahun.


Di perusahaan komputer itu, dia angkat dirinya bukan hanya sebagai direktur, atau manajer, tapi lebih dari itu, sebagai Presiden Direktur. Jabatan itu dipegangnya selama 25 tahun. Dan memang, pada akhirnya, ia membuktikan, bahwa bisnisnya mampu meraih sukses yang luar biasa, dan banyak dikagumi orang. Kini, namanya tercatat orang terkaya di dunia.

Dalam kaitan inilah, mungkin saja Anda akan bertanya. Sesungguhnya, seseorang itu, apakah untuk mendirikan perusahaan juga harus successibility thinking? Ataukah kita harus memiliki rasa percaya diri dulu atau sebaliknya? Kalau saya pribadi berpendapat, seseorang itu harus berpikir kemungkinan sukses dulu atau succesibility thinking, untuk mendirikan perusahaan, barulah kita memiliki rasa percaya diri.

Katakanlah, jika ada peluang bisnis, dengan kita berpikir kemungkinan sukses dulu, akan membuat kita memiliki keberanian membuat perusahaan berupa CV, PT, atau Lembaga. Kita tinggal datang ke notaris, kita bisa mengangkat diri kita menjadi direktur pada perusahaan yang kita dirikan. Itu sama saja kita sudah berpikir kemungkinan sukses.

Di dalam melakukan kegiatan bisnis, kita dapat mendeklarasikan berpikir kemungkinan sukses setiap hari, dengan sesuatu yang diyakini, yang kita anggap dapat merubah diri kita. Misalnya hari ini, kita mendeklarasikan bahwa kata favorit saya adalah "mungkin".

Saya percaya, pada apa yang mungkin. Saya melihat kemungkinan-kemungkinan di mana-mana. Saya memfokuskan pada apa yang benar, terang, dan indah. Saya melihat yang terbaik dalam setiap situasi, dan dalam setiap orang.

Dan, pada hari berikutnya, kita bisa saja mendeklarasikan, bahwa "saya orang yang bersemangat". saya percaya, saya sukses karena saya ditakdirkan untuk sukses. Saya menolak hal-hal yang tidak baik. Saya bersemangat tentang diri saya dan potensi saya. Deklarasi semacam ini setiap harinya bisa berganti-ganti sesuai dengan yang kita kehendaki.

Selain kita menggunakan model pendekatan deklarasi berpikir kemungkinan sukses di dalam bisnis setiap hari, kita juga dapat melakukan model pendekatan religius, misalnya dengan melakukan dzikir dalam hati, yang juga bisa kita lakukan kapan saja, dan dimana saja. Saya yakin, hal itu semua akan menjadikan kita lebih mudah meraih sukses. Bahkan, bisnis yang kita jalankan juga akan lebih berpeluang berkembang.

Memang, semua itu membutuhkan kemauan keras. Maka, bila kita berkeinginan menjadikan diri kita untuk selalu berpikir kemungkinan sukses, bisa saja kita memprogram ulang diri kita sendiri, dengan jalan kita menyediakan waktu untuk selalu berpikir kemungkinan sukses. Mau dicoba?


Referensi: Dari berbagai sumber

Read More......