Di abad ”super” seperti sekarang ini (yaitu: perubahan di segala bidang yang supercepat, perkembangan teknologi yang supercanggih, persaingan yang superkuat, kejahatan yang supermerajalela) dibutuhkan juga seorang pelaku bisnis yang berkualitas super. Selama pelaku bisnis masih mengandalkan diri sendiri, kualitas super tidak akan pernah didapatkan. Akibatnya mereka menjadi superstres, superbingung, dan superputus asa. Lalu, apa yang harus dilakukan?
Rick Warren (The Purpose Driven Life), dan Laura Nash dan Scotty McLennan (Church on Sunday, Work on Monday), mengusulkan pelaku bisnis untuk menggunakan senjata ampuh bernama ”nilai spiritualitas” untuk menjawab tantangan berbagai tuntutan ”super” di dunia bisnis. Nilai-nilai ini berakar dari nilai-nilai religi.
”Superitualitas” dalam Tujuan
Manusia tanpa tujuan adalah ibarat sebuah kapal tanpa kemudi, demikian yang dikatakan oleh Thomas Carlyle. Rick Warren dalam bukunya The Purpose Driven Life melengkapi pernyataan Carlyle dengan mengatakan bahwa tanpa tujuan, kehidupan tidak memiliki makna. Tanpa makna kehidupan tidak memiliki harapan. Tanpa harapan tidak ada kehidupan, karena harapan bagi kehidupan sama pentingnya dengan udara dan air bagi kehidupan. Jadi, tujuan erat kaitannya dengan eksistensi hidup, karena tujuan hidup kita memberi makna bagi kehidupan kita.
Tujuan memberi energi. Tujuan yang kuat akan memberikan energi yang kuat untuk beraktivitas. Dengan memiliki tujuan hidup, bangun pagi menjadi lebih bergairah; kesulitan bukan merupakan hambatan melainkan menjadi tantangan untuk diatasi; pekerjaan bukan merupakan beban, melainkan menjadi kesempatan dan anugerah. Dengan tujuan segalanya menjadi lebih indah. Semakin jelas tujuan, semakin besar harapan yang dimunculkan, dan semakin kuat energi yang dibangkitkannya.
Tujuan memudahkan hidup. Tujuan akan membantu kita untuk memilih mana yang harus dilakukan, mana yang harus menjadi prioritas. Dengan demikian kita tidak menjadi bingung ketika dihadapi berbagai pilihan. Tujuan akan membantu kita untuk mengambil keputusan untuk memilih yang terbaik bagi kita. Selama satu pilihan membantu kita untuk mencapai tujuan hidup kita, maka pilihan itulah yang harus kita ambil dan jalankan. Sebaliknya, jika suatu alternatif tidak terkait dengan tujuan hidup, kita tidak perlu mengambil alternatif tersebut.
Tujuan memberi fokus. Tujuan membantu kita untuk lebih memusatkan perhatian, pikiran, dan energi pada segala sesuatu yang langsung berhubungan dengan pencapaian tujuan. Kondisi ini membantu kita menjadi lebih fokus dan selektif dalam mengambil tindakan. Tanpa tujuan yang jelas, kita akan menghabiskan waktu dan energi berganti-ganti arah hidup: berganti profesi, pekerjaan, hubungan, atau lingkungan. Dengan tujuan yang jelas, kita akan lebih fokus pada tindakan pencapaian tujuan. Dengan demikian, kita bisa mengumpulkan kekuatan tenaga, pikiran, dana, dan sarana untuk mewujudkan tujuan hidup tersebut.
Kekuatan yang terpusat merupakan kekuatan yang dahsyat untuk menggerakkan hidup. Seperti halnya cahaya yang terpusat bisa menimbulkan api, kekuatan yang terpusat bisa menimbulkan energi yang dahsyat untuk meraih tujuan hidup. Orang-orang sukses dari dulu sampai sekarang adalah orang-orang yang hidupnya memiliki fokus, sehingga mereka menjadi unggul pada aspek yang menjadi fokus mereka. Keunggulan inilah yang membuat mereka menjadi luar biasa dan membedakan mereka dari orang-orang biasa.
Cara Menentukan Tujuan
Seringkali sulit bagi kita untuk menentukkan tujuan hidup. Walaupun telah banyak buku yang ditulis untuk kita gunakan sebagai panduan merumuskan tujuan hidup, tetap saja tidak mudah bagi kita untuk melakukannya. Rick Warren mempunyai usulan yang sederhana namun ampuh dalam membantu kita mengidentifikasi tujuan yang dapat membuat hidup kita lebih bermakna.
Setiap orang diciptakan untuk suatu misi. Jika berbagai buku bisnis dan manajemen mengusulkan kita untuk memulai dari diri sendiri dalam proses pencarian tujuan, maka Rick Warren mengusulkan kita untuk memulai dari Sang Pencipta. Setiap benda diciptakan oleh sang pencipta untuk tujuan tertentu. Benda ini baru bermanfaat jika digunakan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan oleh sang pencipta. Misalnya, televisi akan optimal pemanfaatannya jika digunakan sebagai sumber informasi dan hiburan yang disampaikan secara audio-visual elektronik bukan sebagai kotak penyangga, ataupun meja dan tempat duduk.
Demikian juga dengan manusia. Setiap orang, siapa pun dia, diciptakan oleh Sang Pencipta untuk suatu misi tertentu. Agar hidup orang tersebut bermakna secara optimal, maka ia harus tahu misi hidupnya. Caranya? Mudah saja, tanyakan langsung pada Sang Pencipta. Jika manusia secara bersungguh-sungguh bertanya pada Sang Pencipta dalam proses pencarian misi hidupnya, maka Sang Pencipta pasti akan menunjukkan misi hidup orang tersebut.
Setiap orang diciptakan secara unik. Sang Pencipta memberikan keunikan bagi setiap orang. Keunikan inilah yang perlu diamalkan untuk membuat hidup menjadi lebih bermakna. Keunikan bisa dilihat dalam berbagai aspek, antara lain talenta, kepribadian, latar belakang, kemampuan, kelebihan, potensi seseorang yang dapat dikontribusikan kepada lingkungan sekitarnya. Jika kita masih belum bisa melihat dan menemukan keunikan tersebut, kita bisa kembali lagi pada Sang Pencipta dengan menanyakan kepadaNya untuk menunjukkan kepada kita keunikan apa yang telah diciptakanNya untuk kita.
Cara Pandang ”Superitualitas”
Cara pandang lama dalam berbisnis (profit taking, fierce competition, performa keuangan, dan perebutan kekuasaan) telah menjerumuskan para pelaku bisnis dalam kehidupan yang penuh ketegangan, dan keputusasaan. Cara pandang ini harus dibuang jauh-jauh dan diubah dengan cara pandang baru. Laura Nash dan Scotty McLennan dalam buku mereka Church on Sunday, Work on Monday mengusulkan berbagai cara pandang baru yang berakar dari nilai-nilai spiritual yang universal.
Profit Sharing. Untuk sukses dalam berbisnis, pelaku bisnis perlu dukungan banyak pihak. Pihak-pihak ini hanya akan memberi dukungan jika mereka mendapat manfaat dari upaya mereka mendukung pelaku bisnis tersebut. Untuk itu dalam berbisnis, paradigma profit taking (hanya memikirkan profit bagi diri sendiri), perlu diubah menjadi profit sharing: ”memberi” profit bagi pihak-pihak terkait yang membantu kelancaran operasional usaha, yaitu: karyawan (misalnya dengan memberi opsi saham, atau berbagai jenis kemudahan dan insentif), supplier dan distributor (dengan penetapan harga istimewa, pemberian kontrak kerja jangka panjang, dan pemberian bantuan teknis operasional untuk kelancaraan usaha).
Sinergi. Jika dulu berkerja sama dengan pesaing dianggap tabu, maka hal ini tidak lagi berlaku. Dengan cara pandang baru, para pesaing bisa bekerja sama secara positif untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal. Misalnya dengan bersinergi pada aspek-aspek yang dapat memberikan manfaat optimal bagi pihak-pihak yang terlibat dalam kerja sama positif tersebut.
Misalnya saja dengan membentuk kawasan bisnis bersama (contohnya: membuka pasar bersama, seperti pusat penjualan barang-barang elektronik di Glodok, pusat penjualan kerajinan tangan daerah di Pasar Beringharjo, Yogyakarta), menetapkan harga bersama yang dapat mempertahankan eksistensi industri (dengan membentuk asosiasi pengusaha di industri yang sama, misalnya: OPEC), dan bersinergi dalam memberikan fasilitas bersama bagi pelanggan (ATM bersama).
Power Sharing. Dulu kekuasaan ada di tangan puncak pimpinan dalam suatu perusahaan. Sekarang, kondisi ini perlu berubah, karena dalam mengendalikan kegiatan bisnis, pimpinan puncak suatu perusahaan tidak dapat bergerak tanpa dukungan seluruh jajaran dalam perusahaan. Seorang atasan juga tidak bisa lagi bekerja sendirian.
Satu departemen ataupun bagian memerlukan dukungan dari bagian lainnya. Kondisi pasar yang superkompleks dengan perubahan yang supercepat mengharuskan para pelaku bisnis bekerja dalam tim (tidak menitikberatkan pada kekuatan satu orang atau satu bagian saja). Satu tim yang kuat terdiri dari anggota-anggota yang kuat. Untuk itu para anggota tim harus saling memberdayakan anggota tim lainnya, sehingga secara bersama-sama dapat memberikan kontribusi dengan kualitas dan kuantitas yang lebih optimal bagi perkembangan perusahaan.
Ethical Performance. Berbagai kasus besar di dunia bisnis (misalnya: Kasus Enron dan Worldcom) yang merebak beberapa waktu lalu, telah memacu perubahan paradigma dalam ukuran sukses suatu perusahaan. Jika dulu prestasi finansial dijadikan patokan dasar satu-satunya untuk mengukur kesuksesan suatu bsinis, sekarang kriteria ini perlu dilengkapi dengan standar etika yang dijadikan kompas penunjuk arah sukses suatu perusahaan. Perusahaan dengan standar implementasi etika yang tinggi dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk berbinis dengan perusahaan tersebut.
Ingin sukses di dunia yang semakin serba ”super”? Kita memerlukan kekuatan ”super”, yaitu kekuatan yang bukan berakar dari fisik kita sebagai manusia, tetapi kekuatan yang berasal dari nilai-nilai yang ”super”, yaitu nilai-nilai spiritual. Dari pembahasan dalam artikel ini terlihat bahwa nilai spiritual bukanlah merupakan hal yang aneh ataupun baru. Nilai-nilai ini sudah lama ada, namun selama ini masih sering dipisahkan implementasinya dari dunia bisnis, padahal nilai-nilai ini memiliki kekuatan yang ”super” untuk menjawab revolusi perubahan yang terjadi di dunia bisnis. Selamat mencoba!
by Roy Sembel
1.15.2010
Kekuatan ”Superitualitas” dalam Bisnis
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment