1.21.2010

Meraih Penghasilan Dari Rumah


"Ide menjalankan bisnis rumahan, sungguh ide yang menarik. Waktunya fleksibel, bebas stress lantaran kemacetan lalu lintas, tak terlalu banyak aturan dari perusahaan, dan berbagai kelebihan lainnya. Bagaimana memulainya?"

Bisnis atau usaha rumahan adalah bisnis yang dijalankan dari rumah. Bisa jadi sebagian atau seluruh kegiatannya dilakukan di luar rumah, namun pusat dari kegiatan itu tetap dijalankan dari rumah.


Sebagai sebuah sambilan, bisnis semacam ini dapat menambah pemasukan. Namun tak jarang pula bisnis ini menjadi sebuah pekerjaan utama bagi sebagian orang. Sebagai sebuah pekerjaan utama dan dikelola secara serius, bisnis rumahanpun bisa berkembang jadi sebuah indutri yang tidak hanya menambah pemasukan keluarga, bahkan bisa menghidupi banyak orang. Banyak kisah sukses perusahaan besar bermula dari sebuah bisnis rumahan.

Sebagai langkah awal, bisnis yang dijalankan dari rumah ini tampaknya cocok dengan kehidupan ibu rumah tangga. Dengan waktu yang fleksibel, seorang ibu dapat membagi waktu antara bisnis dan urusan keluarga, semisal mengurus anak-anak, dengan sangat leluasa. Maka penghasilan tambahan didapat, keluargapun terawat.

Penghasilan dari rumah
Menurut Ustadz Iskan Qolba Lubis MA., Islam tak melarang suami istri punya penghasilan masing-masing. Tapi yang wajib membiayai keluarga tetap suami. Namun bagi seorang istri, memiliki penghasilan sendiri tentu membuatnya lebih “bebas”. “Dalam arti kalau uangnya banyak, dia bisa membantu orangtuanya. Mungkin dia tak enak bila membebankan itu pada suaminya terus. Kemudian dia juga ingin lebih banyak berinfaq. Saya rasa laki-laki dan perempuan sama, ingin bersedekah, ingin banyak membantu,” urai lulusan program master untuk Islamic Studies dari Punjab University, Pakistan ini.

Dalam memperoleh penghasilan, menurut Iskan ada 3 cara yang bisa ditempuh perempuan, yaitu bekerja pada orang lain, menjadi enterpreneur (wirausahawan) dan menjadi investor. Melihat fungsi dan peran seorang ibu, ayah 3 orang putra ini melanjutkan bahwa yang menurutnya ideal dan cukup realistis, tentu tanpa mengecilkan arti pekerjaan lainnya, adalah menjadi seorang enterpreneur. “Karena dengan enterpreneurship ini, dia berarti usaha sendiri dan berarti pula ia bebas mengelolanya. Diapun dapat menentukan kapan ia mau keluar, mungkin ia bisa mengantar anaknya dulu,” jelas dosen pada Sekolah Tinggi Tafsir Hadits, Bekasi ini.

Sejalan dengan pendapat itu, Safir Senduk, konsultan keuangan keluarga yang mengisi rubrik konsultasi keuangan di berbagai media massa, pekerjaan di rumah semacam ini akan memberi kesempatan bagi sebagian orang untuk tetap bisa melakukan tugas-tugas lainnya yang memang perlu dilakukan dari rumah. “Kalau misalnya ada hal-hal yang harus diawasi dari dalam rumah, tak usah dia tinggalkan. Dia tetap bisa berfungsi seperti biasa, misalnya fungsinya sebagai seorang ibu,” kata pendiri Biro Perencana Keuangan Safir Senduk dan Rekan ini.

Di luar soal sisi ideal bisnis rumahan bagi perempuan, Tyas U. Soekarsono Ph.D, dosen pada FEUI, berpendapat bisnis semacam ini selain memecahkan masalah ekonomi rumah tangga juga punya peran yang lebih besar. Bisnis-bisnis rumahan yang telah berkembang ternyata telah menjadi katup pengaman perekonomian Indonesia. Bagaimana tidak, disinyalir ada hampir 40 juta pengusaha kecil dan menengah di seluruh Indonesia. Sementara jumlah pengusaha di seluruh Indonesia ada 40 juta. Berarti 99 persen pengusaha di Indonesia adalah pengusaha kecil dan menengah. Siapa mereka? Ternyata mereka adalah pelaku bisnis rumahan.

Dengan perbandingan seperti itu, otomatis bisnis rumahan menyerap tenaga kerja paling banyak. “Pengusaha besar itu hanya mengambil 0,1 persen dari seluruh tenaga kerja yang ada di Indonesia. Berarti 99 persen tenaga kerja diserap oleh UKM (Usaha Kecil dan Menengah-red),” jelas Tyas. Ini membuktikan bahwa keberadaan bisnis rumahan tak bisa dipandang sebelah mata. Dan terjunnya seseorang ke usaha semacam ini sudah selayaknya mendapat dukungan.

Memulai usaha
Menurut Tyas ada 2 hal utama yang akhirnya mendorong orang untuk membuka usaha. “Pertama, seseorang melakukan sesuatu karena memang keinginan jiwanya, dia mau jadi enterpreuner. Atau karena kepepet,” kata doktor lulusan University of Illinois, Amerika Serikat, ini.

Dia mencontohkan keberadaan para pedagang “Sogo Jongkok” di Pasar Tanah Abang, Jakarta, adalah akibat krismon yang menimbulkan gelombang PHK besar-besaran. Karena kepepet, para mantan karyawan itu membuka usaha kecil-kecilan semacam itu. Dengan keadaan kepepet seperti ini biasanya orang jadi kreatif dan mampu melakukan banyak hal untuk tetap bertahan hidup, termasuk merintis usaha rumahan ini.

Iskan menambahkan pula, bahwa ketika manusia memiliki suatu keinginan dan kemudian memikirkan bagaimana mendapatkannya, maka otak akan bekerja lebih cepat. “Nanti akan timbul alternatif-alternatif,” ujarnya. Berbagai pilihan kemudian muncul dan kita bisa memilih cara agar dapat tercapai keinginan kita. Agar keluarga bisa hidup lebih sejahtera, maka perlu dipikirkan cara untuk menambah pemasukan keluarga. Potensi diri bisa terus digali.

Sesungguhnya banyak potensi perempuan yang bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan keluarga. Iskan mencontohkan sebenarnya banyak ibu rumah tangga yang memiliki keahlian, seperti di bidang akuntansi dan hukum. Dengan keahlian semacam itu, ia bisa saja membuka jasa konsultan dimana seluruh waktu bisa diatur sendiri olehnya. Pun bisa dilakukan tanpa terlalu sering meninggalkan rumah.

Awalnya mungkin terasa amat sulit, terutama bagi ibu rumah tangga yang sudah terbiasa “menganggur” di rumah. “Sekarang coba ia bermunajat. Di tengah malam ia bangun dan berdoa,” anjur Iskan lagi. Dengan pertolongan dari Allah, tentu seluruh gerak yang kita lakukan akan terasa jauh lebih mudah.

Sebelum memulai usaha tentu ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan. Namun yang terpenting menurut Safir Senduk adalah mental untuk tak terlalu cepat mengharap untung. “Yang paling penting adalah orang itu harus bersedia tidak menikmati hasilnya selama beberapa bulan ke depan,” kata lulusan STIE IBMI, Jakarta, ini. Jadi, kesabaran sangat diperlukan.

Sedang menurut Ustadz Iskan yang pertama perlu dipersiapkan adalah mental untuk berjuang. “Jangan dulu berpikir segala-galanya itu sulit. Peluang itu puluhan ribu,” imbuhnya. Kemudian yang perlu dilakukan adalah membuka mata untuk memperluas wawasan pada kegiatan usaha yang ingin dikembangkan. Setelah mengetahui secara pasti medan yang akan kita jalani, barulah kita terjun ke sana.

Sementara Tyas, yang juga menjabat sebagai Ketua Jaringan Pengusaha Muslim Indonesia (JPMI), memaparkan hal-hal yang lebih teknis. Menurutnya yang harus dipertimbangkan saat memulai usaha adalah pertama, produk itu sendiri. Seseorang yang ingin memproduksi atau menjual suatu produk, harus tahu betul spesifikasi dagangannya. Dia harus memastikan produknya bisa laku di pasaran. Marketing jadi hal mutlak yang harus diperhatikan, dari pengemasan sampai siapa target pasar mereka. “Misalnya bisnis rumahan, kalau lokasinya di daerah orang-orang menengah ke atas, mungkin kurang cocok kalau misalnya berdagang peci. Akan lebih cocok kalau dagang aksesoris mobil,” gambar ayah 5 anak ini.

Kerja keras dan ketekunan
Keseriusan dan ketekunan adalah poin penting lainnya yang mendukung keberhasilan sebuah usaha. “Tidak mungkin sebuah usaha bisa langgeng dan berkembang kalau tidak diseriusi,” tegas Tyas. Sebagai sebuah usaha sambilanpun perlu adanya keseriusan, apalagi sebagai sebuah usaha utama. Soal waktu dan sebagainya, khususnya dalam bisnis rumahan yang dijalankan ibu rumah tangga, bisa disiasati. Yang penting, serius!

Keseriusan ini otomatis akan membuat seseorang bersedia bekerja keras. Namun hendaknya kerja yang dilakukan tak sekedar keras, tapi juga pintar. “Work hard dan work smart, kerja keras tapi yang pandai kerjanya. Jadi jangan kerja keras yang kemudian tidak efektif dan tidak efisien,” kata Tyas. Maksudnya semua yang dikerjakan harus terstruktur dengan tujuan yang jelas pula agar kemudian seluruh kerja bisa dievaluasi.

Sebagai seorang pengusaha juga, Tyas melihat karakter yang sebenarnya harus dihindari, namun umumnya ada pada para wirausaha di sini yaitu cepat puas dan mudah putus asa. Sekali saja berhasil, orang jadi cepat puas dan malas mengembangkan diri. Sebaliknya, kegagalan langsung menjatuhkan mentalnya. Padahal sesungguhnya keberhasilan dan kegagalan adalah proses belajar. Tidak ada yang sekali jadi. Selalu saja ada ujian. “Itu pasti. Jangankan pengusaha kecil, pengusaha besar saja banyak yang bangkrut. Itu sudah sunnatullah. Jadi pada intinya harus memiliki mental yang kuat. Jangan malas dan cepat puas. Ini adalah kerja keras,” papar suami Ira Rachmasari ini.

Sikap all out, menurut Ustadz Iskan, terutama sangat diperlukan pada tahun-tahun pertama usaha rumahan. Setelah berjalan beberapa tahun dan teruji kemapanannya, seseorang akan mampu membuat sistem untuk menjalankan usaha tersebut. Pada saat inilah, ia bisa bertindak hanya sebagai pengawas, sedang usaha dijalankan pegawainya. Bila ia seorang ibu, maka pada titik ini ia dapat lebih banyak mencurahkan waktunya untuk keluarga. Atau kemudian ia bisa membuat inovasi lainnya. Yang pasti, penghasilan telah mampu didapatnya dari rumah.
(Asmawati / laporan Rosita, Jumina)

No comments:

Post a Comment