Merebaknya flu burung membuat kecut peternak ayam dan konsumen ayam. Kelinci yang sudah lama dibudidayakan di Lembang, Jawa Tengah dan Yogyakarta menjadi ternak alternatif pengganti ayam. Di Jawa Tengah dan Yogyakarta kelinci menjadi pengganti daging ayam. Dalam waktu relatif singkat warung satai kelinci dari puluhan menjadi sekitar 100-an. Warung-warung ini diperkirakan membutuhkan 400 ekor kelinci setiap hari.
“Sebagian konsumen lari ke daging kelinci,” ungkap Djiman Santoso, Ketua Paguyuban Peternak Kelinci di Yogyakarta, seperti dilaporkan oleh Imam dalam Tabloid Pertanian Agrina edisi tanggal 29 November 2006.
Harga daging kelinci saat ini stabil di posisi Rp 12.000/kg. Menurut Djiman, sebenarnya permintaan akan daging kelinci cukup tinggi tetapi peternak belum mampu memenuhinya.
Jika dibandingkan ayam, sapi, domba dan babi, daging kelinci mengandung lemak dan kolesterol jauh lebih rendah tetapi proteinnya lebih tinggi. Kandungan lemak kelinci hanya sebesar 8%, sedangkan daging ayam, sapi, domba, dan babi masing-masing 12%, 24%, 14%, dan 21%.
Kadar kolesterolnya sekitar 164 mg/100 gram daging, sedangkan ayam, sapi, domba, dan babi berkisar 220-250 mg/100 gram daging. Kandungan proteinnya mencapai 21%, sementara ternak lain hanya 17-20%.
Dengan kandungan gizi seperti itu, Djiman optimistis, daging kelinci akan semakin luas diterima pasar. Ia juga mengupayakan diversifikasi produk seperti nugget, sosis, dan bakso. “Saat ini kita sedang melakukan sosialisasi nugget kelinci di pasar-pasar tradisional. Harganya memang lebih mahal dari nugget ayam yaitu Rp 15.000/kg. Tapi, respon konsumen cukup lumayan,” kata Djiman berpromosi.
Hitungan
Djiman berhitung, dari usaha pembibitan dengan skala 50 ekor induk betina dan 10 ekor induk jantan, mulai tahun kedua pemeliharaan, peternak sudah menangguk untung sekitar Rp 27 juta. Tahun pertama laba usaha masih dialokasikan untuk menutup biaya investasi seperti pembelian bibit, pembuatan kandang, dan pakan.
Perhitungan tersebut berdasarkan asumsi, satu tahun seekor induk akan beranak tiga kali dan sekali beranak sebanyak empat ekor. Sementara harga anak kelinci umur lima bulan sekitar Rp 90.000/ekor. “Padahal kelinci bisa beranak empat kali per tahun dengan jumlah sekali beranak 6-12 ekor. Sekarang pun saya bisa menjual di atas Rp 100.000/ekor. Tapi, tingkat kematiannya memang bisa mencapai 25%,” jelasnya.
Kelinci potong yang banyak dipelihara peternak adalah jenis Flemish Giant dan English Spot.
Selain daging, peternak bisa menjual kotoran dan air kencing kelinci. Pupuk kotoran kelinci paling banyak dicari petani salak di Yogyakarta karena bagus untuk tanaman dan buah. Harga pupuk kotoran kelinci mencapai Rp 7.500/kg, sedangkan air kencingnya Rp 5.000/liter. Seratus ekor kelinci menghasilkan 25 kg kotoran basah per hari.
Kelinci sangat membutuhkan perhatian saat berumur di bawah dua bulan atau masa prasapih karena ia sangat rentan perubahan suhu atau musim dan stres. Kelinci tidak boleh terkena angin malam secara langsung, terutama pada masa peralihan penghujan ke kemarau atau sebaliknya.
“Pakan juga jangan terlalu basah dan terlalu kering. Pemberiannya harus ajeg. Kelinci jangan sampai mendengar atau kemasukan bintang predator seperti kucing dan anjing karena bisa stres. Untuk mengurangi stres, kelinci perlu dielus-elus,” urai Djiman panjang lebar.
Referensi: dari berbagai sumber
No comments:
Post a Comment